BAB 1
PENDAHULUAN
spermatozoa (berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru. Oleh karena itu, di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa. Spermatogenesis adalah proses pembuatan sel sperma, atau perkembangan sel germinal imatur yang dikenal sebagai spermatogonium menjadi sel sperma matang yang disebut spermatozoa. Proses spermatogenesis sangat dipengaruhi oleh kerja berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, juga oleh hormon lain yang dihasilkan testes melalui mekanisme umpan balik negatif (Pujiyanto, 2008). Hormon tersebut antara lain FSH dan LH. Gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis misalnya menurunnya produksi hormon Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadism. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dibahas tentang spermatogenesis dan struktur sperma.
1.2 RUMUSAN MASALAH.
1. Apa pengertian Spermatogenesis?
2. Bagaimanakah proses Spermatogenesis?
3. Apa saja hormon-Hormon yang mempengaruhi spermatogenesis?
4. Bagaimanakah struktur sperma?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum
1. Menjelaskan pengertian spermatogenesis
2. Menjelaskan mengenai proses spermatogenesis
3. Menjelaskan hormon-Hormon yang mempengaruhi spermatogenesis
4. Menjelaskan struktur sperma
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menjelaskan definisi spermatogenesis
2. Menjelaskan proses spermatogenesis
3. Menjelaskan kontrol hormon pada spermatogenesis
4. Menjelaskan struktur dan fungsi spermatozoa
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat memberikan sumbangsih informasi tentang reproduksi pada manusia khususnya proses pembentukan sperma (spermatologi) pada laki-laki.
1.4.2 Manfaat aplikatif
Dari informasi yang disusun dan pada makalah ini dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu dalam bidang reproduksi pada manusia khususnya proses spermatogenesis.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis atau proses pembentukan sperma,
terjadi di dalam testis, tepatnya terjadi di tubulus seminiferus.
Spermatogenesis terjadi setelah seorang laki-laki mengalami masa puber (dewasa
secara fisiologis). Spermatogenesis kemudian akan terjadi secara teratur dan
terus menerus seumur hidup laki-laki. .
Struktur Eksternal Alat Reproduksi
Pria
Sumber: http://elinow.wikispaces.com/
Tubulus seminiferus yang ada pada testes
pria, terdiri dari sel-sel diploid yang dinamakan spermatogonia yang akan
berkembang menjadi sperma yang matang. Proses yang terjadi yaitu adanya
peralihan proses pembelahan serta perubahan struktur yang fungsional melalui
proses pembelahan serta perubahan struktur secara berurutan. Secara umum tahap
perkembangan sel germa hingga menjadi spermatozoa meliputi:
1.
Spermatogonium, biasanya terletak di tepi tubulus
seminiferus.
2.
Spermatosit primer.
3.
Spermatosit sekunder.
4.
Spermatid, berukuran relatif kecil dan mempunyai bakal
tudung di bagian ujung inti.
5.
Spermatozoa, sudah memiliki bagian kepala serta ekor.
Sayatan Melintang Tubulus Seminiferus
2.2
PROSES SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis
merupakan proses yang kompleks, dimana sel germinal yang relatif
belum berdiferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang
terspesialisasi dan motil, masing-masingnya mengandung satu set 23 kromosom
yang haploid. Proses spermatogenesis
terjadi di dalam tubulus seminiferus, yang pada dindingnya mengandung banyak
sel-sel germinal dan sel-sel sertoli. Satu siklus spermatogenesis memerlukan
waktu enam puluh empat hari, dan terdiri dari tiga fase. Berikut fase pembentukan
spermatozoa , yaitu :
1. Tahapan
Spermatocytogenesis
Spermatocytogenesis merupakan spermatogonia yang
mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi
(membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari
sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatogonia
yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul
di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A.
Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B.
Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi
spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Spermatosit primer mengandung
kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit
akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan
Meiosis
Spermatosit
primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera
mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n kromosom
(haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis II
membentuk empat buah spermatid yang haploid juga. Sitokenesis pada meiosis
I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih
berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan
dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan
Spermiogenesis
Merupakan
transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu
fase golgi, fase tutup (cap), fase akrosom, dan fase pematangan. Hasil
akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk
pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah
spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri
dari kepala dan ekor. Pembentukan spematid sebagai hasil dari bagian
pematangan (maturation) merupakan sel dengan organel-organel di
dalamnya. Dalam bentuk ini, sel tidak dapat berperan sebagai sel gamet. Banyak
perubahan yang ikut serta untuk merubah dari spermatid non-motil menjadi
spermatozoa motil. Tujuan utama adanya perubahan untuk menambah motilitas
sperma.
Gambar
Spermatogenesis
2.3
HORMON-HORMON YANG MEMPENGARUHI SPERMATOGENESIS
Proses
spermatogenesis sangat dipengaruhi oleh kerja berbagai hormon yang disekresi
oleh kelenjar hipofisis anterior, juga oleh hormon lain yang dihasilkan testes
melalui mekanisme umpan balik negatif (Pujiyanto, 2008). Mula-mula, hipotalamus
mengeluarkan faktor pelepas yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk
menyekresi FSH dan hormon lutein. Selanjutnya FSH merangsang sel-sel Sertoli
pada testis untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP).
Adapun LH merangsang sel-sel Leydig untuk menSekresi hormon testosteron.
Testosteron dan FSH secara bersama-sama mengendalikan pembentukan sperma
selanjutnya.
Regulasi
Hormon pada Pria
Untuk
penjelasan lebih jelas, hormon-hormon yang berpengaruh dalam proses pembentukan
spermatozoa adalah sebagai berikut:
1. Testosteron
Testosteron
adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan seks sekunder pria
seperti pertumbuhan rambut di wajah (kumis dan jenggot), pertambahan massa
otot, dan perubahan suara. Hormon ini diproduksi di testis, yaitu di sel
Leydig. Produksinya dipengaruhi oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone),
yang dihasilkan oleh hipofisis. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan
sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk
membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan
organ seks primer pada saat embrio, mempengaruhi perkembangan alat reproduksi
dan ciri kelamin sekunder serta mendorong spermatogenesis.
2. Follicle
Stimulating Hormone/FSH
Hormon ini
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH berfungsi untuk merangsang sel
Sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu
spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit
menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi
di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
3. Luteinizing
Hormone/LH
Hormon ini
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH adalah merangsang sel
Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas,
androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. Pada pria, awal
pubertas antara usia 13 sampai 15 tahun terjadi peningkatan tinggi dan berat
badan yang relatif cepat bersamaan dengan pertambahan lingkar bahu dan
pertambahan panjang penis dan testis
4. Estrogen
Estrogen
dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel Sertoli juga
mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan
estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua
hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.
5. Hormon
Pertumbuhan
Hormon
pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme testis. Hormon pertumbuhan
secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.
6. Hormon
Gonadotropin
Hormon
gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini berfungsi untuk merangsang
kelenjar hipofisa bagian depan (anterior) agar mengeluarkan hormon FSH dan LH.
2.4
STRUKTUR DAN FUNGSI SPERMATOZOA
Setelah terbentuk sempurna,
spermatozoa masuk ke dalam rongga tubulus seminiferus, kemudian akibat
kontraksi dinding tubulus spermatozoa terdorong ke arah epididimis. Suasana
keseimbangan asam-basa dan elektrolit yang sesuai di intratubulus dan
epididimis memberikan spermatozoa kemampuan untuk bergerak (motilitas sperma).
Sperma
diproduksi sebanyak 300 juta per hari. Rata-rata volume air mani untuk setiap
ejakulasi adalah 2,5 sampai 6 ml, dan rata-rata jumlah sperma yang
diejakulasikan adalah 40-100 juta per ml . Ukuran sperma dewasa yaitu 60 µm.
Struktur Spermatozoa yang telah matang :
1. Kepala (head, caput), terdiri
dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma, mengandung inti
(nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya. Pada bagian membran permukaan
di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom
mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk
menembus lapisan pelindung ovum. Ukuran kepala sperma sendiri yaitu panjang 5µm
dan lebar 3µm. bagian posterior membran inti membentuk basal plate.
Struktur
Kepala Sperma
2. Leher (neck, cervix), menghubungkan
kepala dengan badan. Terdiri dari sembilan segmen kolom materi berserat,
berlanjut sebagai serat padat terluar ekor.
3. Badan (middle
piece, corpus), panjangnya 5 µm, banyak mengandung
mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
4. Ekor (tail, caudal), panjangnya
45µm, berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferen dan
ductus ejakulotoris.
Struktur
Sperma Manusia dengan Mikroskop Elektron
Gambar
Struktur Sperma Manusia
Sumber: http://elinow.wikispaces.com/
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Spermatogenesis adalah Proses pembentukan dan pemasakan
spermatozoa. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis adalah suatu proses
kompleks dimana sel germinal yang relatif belum berdeferensiasi berproliferasi
dan diubah menjadi spermatozoa yang terspesialisasi dan motil, yang
masing-masing mengandung satu set 23 kromosom yang haploid.
Proses permatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus, yang pada dindingnya
mengandung banyak sel-sel germinal dan sel-sel sertoli. Satu siklus
spermatogenesus terdiri atas tiga fase, yaitu: spermatositigenesis,
spermatidogenesis, dan spermiogenesis. Setiap proses spermatogenesis memerlukan
waktu + 64 hari. Proses spermatogenesis
dipengaruhi oleh hormon FSH dan LH
yang diproduksi oleh hipofisis anterior akibat rangsangan Gonadotropin Hormon
(GnRH). Adapun LH merangsang sel-sel Leydig untuk mensekresi hormon testosteron. Testosteron
dan FSH secara bersama-sama mengendalikan pembentukan sperma selanjutnya. Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika
distimulasi oleh FSH.Sel-sel Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat
androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam
cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan
sperma. Sperma yang telah matang sempurna terdiri dari kepala, leher, bagian
tengah dan ekor.
DAFTAR PUSTAKA
”Benson, P & Pernoll 2009, “Buku saku Obsetry Gynecology William”, Jakarta, EGC.
Cunningham,
F. G 2006, “Obsetry
:Gynecology William”, Jakarta, EGC.
Fried, H. George dkk.(2005). Schaum’s Outlines BIOLOGI edisi
kedua. Jakarta: ERLANGGA
Tolihere., (1993). Inseminasi Buatan Pada Ternak Bandung:
Angkasa
Campbell, dkk.(2004). Biologi Edisi ke 5 Jilid III.
Jakarta : Erlangga
Pratiwi, D.A. (1996). Biologi 2. Jakarta. Erlangga
Speroff,
L et al 2011, “Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 6th Edition,Williamsand
Wilkens”, Baltimore, MD
Syahrum, H. M. (1994). Reproduksi
dan Embriologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar