Senin, 29 April 2019

SPERMATOGENESIS DAN STRUKTUR SPERMA


BAB 1
PENDAHULUAN

 1.1 LATAR BELAKANG

spermatozoa (berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru. Oleh karena itu, di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa. Spermatogenesis adalah proses pembuatan sel sperma, atau perkembangan sel germinal imatur yang dikenal sebagai spermatogonium menjadi sel sperma matang yang disebut spermatozoa. Proses spermatogenesis sangat dipengaruhi oleh kerja berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, juga oleh hormon lain yang dihasilkan testes melalui mekanisme umpan balik negatif (Pujiyanto, 2008). Hormon tersebut antara lain FSH dan LH. Gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis misalnya menurunnya produksi hormon Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadism. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dibahas tentang spermatogenesis dan struktur sperma.


1.2 RUMUSAN MASALAH.
1. Apa pengertian Spermatogenesis?
2. Bagaimanakah proses Spermatogenesis?
3. Apa saja hormon-Hormon yang mempengaruhi spermatogenesis?
4. Bagaimanakah struktur sperma?



1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan umum
1. Menjelaskan pengertian spermatogenesis
2. Menjelaskan mengenai proses spermatogenesis
3. Menjelaskan hormon-Hormon yang mempengaruhi spermatogenesis
4. Menjelaskan struktur sperma

1.3.2 Tujuan khusus
1. Menjelaskan definisi spermatogenesis
2. Menjelaskan proses spermatogenesis
3. Menjelaskan kontrol hormon pada spermatogenesis
4. Menjelaskan struktur dan fungsi spermatozoa


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat memberikan sumbangsih informasi tentang reproduksi pada manusia khususnya proses pembentukan sperma (spermatologi) pada laki-laki.

1.4.2 Manfaat aplikatif

Dari informasi yang disusun dan pada makalah ini dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu dalam bidang reproduksi pada manusia khususnya proses spermatogenesis.






BAB 2
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN SPERMATOGENESIS

Spermatogenesis atau proses pembentukan sperma, terjadi di dalam testis, tepatnya terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis terjadi setelah seorang laki-laki mengalami masa puber (dewasa secara fisiologis). Spermatogenesis kemudian akan terjadi secara teratur dan terus menerus seumur hidup laki-laki. .

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd0RQj40CHvyvKZceEleAPXjuuGvKhKllOjvJiMtevVCAmZJggMAVXOqqJNJonmiE53c2Ns5cY-C7prDrAYkXoQiu1X-9OdpZ1xVGup7N6sTFTa6qMdM-CroqbspqOhJ5VLYT8XLBUa60/s320/Capture2.JPG
Struktur Eksternal Alat Reproduksi Pria
       
  Tubulus seminiferus yang ada pada testes pria, terdiri dari sel-sel diploid yang dinamakan spermatogonia yang akan berkembang menjadi sperma yang matang. Proses yang terjadi yaitu adanya peralihan proses pembelahan serta perubahan struktur yang fungsional melalui proses pembelahan serta perubahan struktur secara berurutan. Secara umum tahap perkembangan sel germa hingga menjadi spermatozoa meliputi:
1.    Spermatogonium, biasanya terletak di tepi tubulus seminiferus.
2.    Spermatosit primer.
3.    Spermatosit sekunder.
4.    Spermatid, berukuran relatif kecil dan mempunyai bakal tudung di bagian ujung inti.
5.    Spermatozoa, sudah memiliki bagian kepala serta ekor.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIni65cINDElNwp4eTTWmg0m7FX6tQ0u_njYZqsl6SOsQsxWBcKX3fcxJ6Y4wR-ut4FQHCML30_kyLt4TQw51lSqOkPv3hOkrEhPqxMEYzyD4EWzyysODunaZVa_PBf4hCbc5Nd4yxWtk/s320/Testis_histology_2.jpg
Sayatan Melintang Tubulus Seminiferus
2.2  PROSES SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis merupakan proses yang kompleks, dimana sel germinal yang relatif belum berdiferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang terspesialisasi dan motil, masing-masingnya mengandung satu set 23 kromosom yang haploid. Proses spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus, yang pada dindingnya mengandung banyak sel-sel germinal dan sel-sel sertoli. Satu siklus spermatogenesis memerlukan waktu enam puluh empat hari, dan terdiri dari tiga fase. Berikut fase pembentukan spermatozoa , yaitu :
1.    Tahapan Spermatocytogenesis
Spermatocytogenesis merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

2.    Tahapan Meiosis
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga. Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3.    Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup (cap), fase akrosom, dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Pembentukan spematid sebagai hasil dari bagian pematangan (maturation) merupakan sel dengan organel-organel di dalamnya. Dalam bentuk ini, sel tidak dapat berperan sebagai sel gamet. Banyak perubahan yang ikut serta untuk merubah dari spermatid non-motil menjadi spermatozoa motil. Tujuan utama adanya perubahan untuk menambah motilitas sperma.


Gambar Spermatogenesis
2.3  HORMON-HORMON YANG MEMPENGARUHI SPERMATOGENESIS
Proses spermatogenesis sangat dipengaruhi oleh kerja berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, juga oleh hormon lain yang dihasilkan testes melalui mekanisme umpan balik negatif (Pujiyanto, 2008). Mula-mula, hipotalamus mengeluarkan faktor pelepas yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresi FSH dan hormon lutein. Selanjutnya FSH merangsang sel-sel Sertoli pada testis untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP). Adapun LH merangsang sel-sel Leydig untuk menSekresi hormon testosteron. Testosteron dan FSH secara bersama-sama mengendalikan pembentukan sperma selanjutnya.

·  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmicEf7B2ZV4EAWAL2mg__PL5z-DEyxqZfM0VdZAmoYgfXzwP4O_HVyGbt9lutrZ2NeF7cfDn70d_ksQSmjKyNqeaO1KBvA7eaqgT6-PrnTNeGDsJQhnXB3LJMzqyFpDKljOimdOtZn9c/s320/hormon+jantan%255D.jpg

Regulasi Hormon pada Pria

Untuk penjelasan lebih jelas, hormon-hormon yang berpengaruh dalam proses pembentukan spermatozoa adalah sebagai berikut:
1.    Testosteron
Testosteron adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan seks sekunder pria seperti pertumbuhan rambut di wajah (kumis dan jenggot), pertambahan massa otot, dan perubahan suara. Hormon ini diproduksi di testis, yaitu di sel Leydig. Produksinya dipengaruhi oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone), yang dihasilkan oleh hipofisis. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat embrio, mempengaruhi perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin sekunder serta mendorong spermatogenesis.

2.    Follicle Stimulating Hormone/FSH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH berfungsi untuk merangsang sel Sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.

3.    Luteinizing Hormone/LH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH adalah merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. Pada pria, awal pubertas antara usia 13 sampai 15 tahun terjadi peningkatan tinggi dan berat badan yang relatif cepat bersamaan dengan pertambahan lingkar bahu dan pertambahan panjang penis dan testis

4.    Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.

5.    Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.

6.    Hormon Gonadotropin
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini berfungsi untuk merangsang kelenjar hipofisa bagian depan (anterior) agar mengeluarkan hormon FSH dan LH.

2.4              STRUKTUR DAN FUNGSI SPERMATOZOA
Setelah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke dalam rongga tubulus seminiferus, kemudian akibat kontraksi dinding tubulus spermatozoa terdorong ke arah epididimis. Suasana keseimbangan asam-basa dan elektrolit yang sesuai di intratubulus dan epididimis memberikan spermatozoa kemampuan untuk bergerak (motilitas sperma).
Sperma diproduksi sebanyak 300 juta per hari. Rata-rata volume air mani untuk setiap ejakulasi adalah 2,5 sampai 6 ml, dan rata-rata jumlah sperma yang diejakulasikan adalah 40-100 juta per ml . Ukuran sperma dewasa yaitu 60 µm.




Struktur Spermatozoa yang telah matang :
1.   Kepala (head, caput), terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma, mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Ukuran kepala sperma sendiri yaitu panjang 5µm dan lebar 3µm. bagian posterior membran inti membentuk basal plate.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU0qOxerRb0DnacX3hUQneqfqXmPtfTcFlF1tllKLU7qW8zrHBzQP5sJhErRF3b435CCutIiwUYOkebJLjPsaZ58NOltVoHCJUjKxNu0urunODIUGOV2o2f1bDTpsyRwKd3hC4zjVGD_c/s320/kepala.png

Struktur Kepala Sperma

2.  Leher (neck, cervix), menghubungkan kepala dengan badan. Terdiri dari sembilan segmen kolom materi berserat, berlanjut sebagai serat padat terluar ekor.
3.  Badan (middle piece, corpus), panjangnya 5 µm, banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
4.  Ekor (tail, caudal), panjangnya 45µm, berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotoris. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7hQF8E7X-IpyA2TanJnYVEdr4RgIgj1EwIb6nnGScrPiIIrfBFK_H9ybDTA31RzWkNISXgF_AvoBlMlPNeMyp8ziu3Xit4q8OTObnkfxkRdfu2XXPEx_ITS89zG7fZjxysDTgCA7gYN8/s400/800px-Human-spermatozoa_EM01.jpg
Struktur Sperma Manusia dengan Mikroskop Elektron

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAJIBa_RetNvWwvcoiv-vzVb9DEGq8-XGMjXdiwzPwgcP_BRZLC8pBYGgq6vI4EtnoRPLBtSaCFFanQgQcjJBwhCNfeqUQk-_U6Hvvs9BOwgwd9AiLBroATalN8fiA6iCrL7ogljRJCG4/s400/27_09bSpermCellStructure_L.jpg
Gambar Struktur Sperma Manusia





BAB 3
PENUTUP

    3.1    KESIMPULAN

Spermatogenesis adalah Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks dimana sel germinal yang relatif belum berdeferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang terspesialisasi dan motil, yang masing-masing  mengandung satu set 23 kromosom yang haploid. Proses permatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus, yang pada dindingnya mengandung banyak sel-sel germinal dan sel-sel sertoli. Satu siklus spermatogenesus terdiri atas tiga fase, yaitu: spermatositigenesis, spermatidogenesis, dan spermiogenesis. Setiap proses spermatogenesis memerlukan waktu + 64 hari. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon FSH dan LH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akibat rangsangan Gonadotropin Hormon (GnRH). Adapun LH merangsang sel-sel  Leydig untuk mensekresi hormon testosteron. Testosteron dan FSH secara bersama-sama mengendalikan pembentukan sperma selanjutnya. Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH.Sel-sel Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma. Sperma yang telah matang sempurna terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor.


DAFTAR PUSTAKA

”Benson, P & Pernoll 2009,  “Buku saku Obsetry Gynecology William”,  Jakarta, EGC.
Cunningham, F. G 2006, “Obsetry :Gynecology William”, Jakarta, EGC.
Fried, H. George dkk.(2005). Schaum’s Outlines BIOLOGI edisi kedua. Jakarta: ERLANGGA
Tolihere., (1993). Inseminasi Buatan Pada Ternak Bandung: Angkasa
Campbell,  dkk.(2004). Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Jakarta : Erlangga
Pratiwi, D.A. (1996). Biologi 2. Jakarta. Erlangga
Speroff, L et al 2011, Clinical Gynecologic Endocrinology and  Infertility, 6th Edition,Williamsand Wilkens, Baltimore, MD
Syahrum, H. M. (1994). Reproduksi dan Embriologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia




Senin, 02 April 2018

Manajemen Nyeri


MANAJEMEN NYERI
Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan kurang nyaman yang ditimbulkan dari kerusakan jaringan yang aktual  atau potensial (American Medical Association, 2013). Nyeri dapat berupa perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif sehingga tingkat dan skala nyeri yang dirasakan setiap orang akan berbeda-beda, hanya orang yang mengalaminya yang dapat mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015)

Klasifikasi nyeri
1.    Berdasarkan Durasi
a.    Nyeri akut
Nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsun untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013)
Nyeri akut akan menghilang tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali (Prasetyo, 2010)
b.    Nyeri kronik
Nyeri yang konstan yang intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu, nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan ( McCaffery, 1986 dalam Potter dan Perry, 2007)
2.    Nyeri berdasarkan asal
a.    Nyeri Nosiseptif
Merupakan nyeri yang diakibatkan oleh sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang mengantarkan stimulus naxious. Nyeri nosiseptor terjadi karena stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain (Andarmoyo, 2013).

b.    Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun sentral, nyeri ini lebih sulit dilakukan pengobatan.

3.    Berdasarkan Lokasi
a.    Supervicial atau kutaneus
Nyeri yang disebabkan stimulus kulit, karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi dan terasa sebagai sensasi tajam (Sulistyo, 2013)
b.    Viseral Dalam
Nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal.nyeri ini bersifat difusi dan menyebar ke beberapa arah. Misalkan pada ulkus lambung (sensasi terbakar).
c.    Nyeri alih
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.  Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Misalkan nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.
d.    Radiasi nyeri
Merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat asal cedera ke bagian tubuh yang lain (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo,2013). Misal nyeri pada punggung bagian bawah akibat diskusi interaverrtebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
4.    Pengukuran itensitas nyeri
Gambaran seberapa parah nyeri dirasakan oleh seseorang sangat bersifat subjektif karena akan sangat berbeda-beda ( Andarmono, 2013). Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana dapat dinilai dengan VDS ( Verbal Descriptor Scale). Penilaian yang diranking dari “ tidak nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan” (Andarmoyo,2013)
Gambar 1. Skala Intensitas Nyeri Sederhana
Penilaian skala nyeri juga dapat dinilai secara numerik
Gambar 2 Skala intensitas nyeri numerik

Penilaian skala nyeri melalui FRS (Face Ratting Scale)
 
Gambar 3. Skala nyeri Face Ratting Scale

Skala pengukur nyeri Wong Baker Face Scale banyak digunakan  oleh tenaga kesehatan untuk mengukur nyeri pada pasien anak. Sesuai dengan rasa nyeri yang dirasakan, interprestasinya adalah 0 tidak ada nyeri, 2 sedikit nyeri, 4 sedikit lebih nyeri, 6 semakin lebih nyeri, 8 nyerisekali, dan 10 sangat nyeri (National Precribing Service Limited, 2007)

Mekanisme Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap.
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
1. Resepsi : proses perjalanan nyeri
2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
      1.  RESEPSI
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat.
Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protekti.
Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal.
2.  PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individudapat bereaksi
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus Nyeri Medula Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak, Persepsi Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
3. REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabilanyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi. Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis & perilaku Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.

Metode yang di gunakan untuk menghilangkan nyeri 
A. Distraksi
Distraksi adalah metode pengalihan perhatian dari "persepsi" rasa nyeri. Dengan mengalihkan perhatian, kita bisa mengurangi fokus terhadap respon nyeri. Distraksi bisa diterapkan untuk rasa nyeri ringan dan sedang, untuk rasa nyeri berat obat masih menjadi pilihan paling tepat. Contoh dari metode distraksi dalam mengurangi rasa nyeri adalah melakukan kegiatan ringan untuk mengalihkan "persepsi" rasa nyeri, bisa dengan mengobrol, menonton tv, atau dengan menikmati pemandangan alam.
Dengan menerapkan metode distraksi untuk mengurangi rasa nyeri akan menghindari dampak negatif dari obat kimia, seperti yang dijelaskan di atas, distraksi bisa diterapkan pada nyeri ringan dan sedang, untuk itu pada kasus rasa nyeri berat harus ditangani dengan obat/tindakan medis.
B. Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi kecemasan. Membantu klien dengan teknik relaksasi, perawat dapat mengenal nyeri klien dan ekspresi kebutuhan dibantu dari klien untuk mengurangi distress yang disebabkan oleh nyerinya.Teknik relaksasi lebih efektif untuk klien dengan nyeri kronik.
Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
a.     Memperbaiki kualitas tidur
b.    Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
c.     Mengurangi keletihan/ fatigue
d.    Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi nyeri
e.     Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang karena nyeri
f.     Pengalihan rasa nyeri/ distraksi
g.    Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
h.    Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
i.      Menurunkan distress atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
Secara umum untuk melakukan teknik relaksasi membutuhkan 4 hal, yaitu:
a.     Berikanposisi yang nyaman
b.    Dilakukan dalam lingkungan yang tenang
c.     Mengulang kata-kata, suara, phrase, doa-doa tertentu
d.    Melakukan sikap yang pasif  saat mendistraksiklien.
Metode yang lain untuk meningkatkan relaksasi dapat berupa mendengarkan music atau suara alam sambil santai, memikirkan sesuatu yang merilekskan, atau dengan teknik meditasi seperti yoga, dan lain-lain.
C.   Imagery
Klien dapat menggunakan imagery/ membayangkan untuk menurunkan nyeri. Imagery sesuatu yang menyenangkan. Imagery dapat digunakan lebih efektif pada klien dengan nyeri kronik daripada nyeri akut,atau nyeri berat. Perawat dapat mengajarkan klien untuk menggunakan teknik imagery dengan melakukan guided imagery.
D.  Stimulasi Kutan
Teknik dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengurangi nyeri. Meintz (1995) menyatakan bahwa massage, salah satu bentuk stimulasi kutan, dapat mengurangi kecemasan dan persepsi nyeri pada klien dengan kanker. Stimulasikutan, meliputi :
a.     Massage
b.    Kompres hangat ataudingin, atau keduanya bergantian
c.     Accupressure
d.    Stimulasi kontralateral
E.   Anestesi
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.


Sumber
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar- Ruzz, Yogyakarta

Anonim. 2007. Acute postoperative Pain Management. Australia : National Prescribing Services Limited. http://bit.ly/2qcWwf8 diakses pada tanggal 25 April 2017

American Medical Association, 2013. American Medical Association Complete Guide to Prevention and Wellness. United State of America. Wiley.

Prasetyo, 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Yogyakarta. Graha Ilmu

Tetty, S. 2015. Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung. PT Refika Adiwijaya.